koran-jakarta.com |
Kita masih ingat betapa paniknya masyarakat karena langkanya kedelai di pasar, bagaimana melambungnya harga cabai, jengkol, daging sapi, dan seterusnya. Cara penanganan yang dilakukan kementerian terkait pun konvensional, birokratis, dan lamban. Istilah pasnya, ribut dulu baru ditangani. Ini bukti sistem pelayanan dan pengayoman masyarakat yang dimiliki pemerintah belum berjalan baik. Jangan sampai ada lagi berita keributan dan kerusuhan karena pembagian BLSM yang bermasalah di berbagai daerah. Jangan sampai ada lagi pejabat pemerintah yang ditangkap KPK karena korupsi dana BLSM.
Jangan sampai pembagian BLSM tidak rata dan tidak transparan. Mampukah pemerintah menjamin semua itu tidak terjadi? Rakyat sudah berbesar hati menerima kenaikan harga BBM bersubsidi agar anggaran negara tidak defisit.
Sekarang giliran
pemerintah, sudahkah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang
sudah berbesar hati itu? Masih tegakah dana bantuan itu diselewengkan?
Semua kembali kepada para pejabat pemerintah kita, yang menjadi masalah
adalah, bukan pada yang miskin penerima BLSM, tetapi biaya sosial
akibat salah sasaran, pendataan yang tidak akurat, keberdesak-desakannya
dalam antrian yang cenderung nampak tidak ‘memanusiakan’ itu. Dan
pendataan, salah sasaran, dan seterusnya, itu bukanlah domain rakyat miskin penerima BLSM.
Itu adalah domain
pemerintah! Sebuah masalah yang sebenarnya berulang dan berulang. Dan
kita (baca: pemerintah) sepertinya tidak pernah belajar dengan baik soal
itu. Kenapa? Jangan-jangan mungkin karena concern-nya memang lebih pada keuntungan politik praktis, khususnya terkait dengan pemilihan umum, bukan pada masalah yang miskin.
Ref:
http://nasional.sindonews.com/read/2013/06/15/16/750083/bbm-dan-blsmhttp://politik.kompasiana.com/2013/06/30/blsm-dan-kjs-belajar-dari-persoalan-yang-muncul-573256.html
Ref:
http://nasional.sindonews.com/read/2013/06/15/16/750083/bbm-dan-blsmhttp://politik.kompasiana.com/2013/06/30/blsm-dan-kjs-belajar-dari-persoalan-yang-muncul-573256.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar